Kamis, 28 November 2013

"Muhammad Al-Fatih" Sang Penakluk Konstantinopel


Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”


(HR. Ahmad bin Hanbal dalam musnadnya)

     Konstantinopel, ibu kota pemerintahan Byzantium (Romawi Timur) merupakan incaran banyak bangsa di dunia. Kota yang dikelilingi oleh laut dan terletak persis di antara benua Asia dan Eropa. Kota yang dianggap paling strategis di dunia sehingga banyak bangsa berusaha untuk merebut dan menguasainya. Akan tetapi, upaya mereka sia-sia karena perbentengan Konstantinopel yang sangat kuat dan tidak bisa ditembus. Siapa sangka, delapan abad kemudian kota tersebut justru jatuh ke tangan seorang sultan yang di mata khalayak barat dianggap lemah dan gagal memimpin.

Muhammad Al-Fatih

     Muhammad II dilahirkan pada tanggal 20 April 1429 M, bertepatan dengan 26 Rajab 833 H. Ia lahir sebagai putra ke-3 Sultan Murad II. Ibunya yang diduga yang diduga merupakan seorang budak dengan asal-usul agama Kristen dan bernama Turki Hatun bin Abdullah.

     Al-Fatih berguru kepada seorang ulama ternama, yaitu Syaikh Ahmad bin Ismail  Al-Kurani. Selain Ahmad Al-Kurani, ia juga belajar dari Syaikh Ibnu Al-Tamjid, Syaikh Khairuddin, Syaikh Sirajuddin Al-Halbi, dan Syaikh Aaq Syamsuddin serta para ulama yang lainnya.
    Pendidikan yang diterimanya dari banyak ilmuan membuatnya tumbuh dengan wawasan yang cemerlang. Ia menguasai dengan baik bahasa Turki, Arab, Persia, Yunani, Latin, dan Hebrew. Dari semua gurunya, ia belajar ilmu-ilmu agama, bahasa, keterampilan fisik, geografi, falak, dan sejarah. Ia juga mempelajari biografi tokoh-tokoh Eropa seperti Kaisar Augustus, Constantine The Great, Theodosius The Great, Timur Lang, dan tokoh yang  membuatnya terkesan-Iskandar Agung dari Macedonia.

     Muhammad dilantik sebagai Sultan Turki dua minggu setelah wafatnya Sultan Murad II. Ketika itu usianya antara 19 dan 21 tahun. Pemikirannya dalam politik sangat bagus. Ia dapat meredam pemberontakan yang terjadi dengan tindakan yang efektif. Untuk impian menaklukkan Konstantinopel, ia mereorganisasi tentara menjadi kekuatan baru yang lebih kokoh dibanding masa-masa sebelumnya sehingga nanti ketika tiba saatnya menaklukkan Konstantinopel ia telah siap dengan pasukan dan persenjataan yang sangat kuat.

Beberapa Aspek Kepribadian Al-Fatih
     Sejarah menggambarkan Al-Fatih sebagai sosok yang memiliki kepribadian positif dan mulia. Ia pemuda yang cerdas. Kemauannya yang keras disertai sifat pemberani dan fisik yang kuat membuatnya mampu mengatasi berbagai rintangan yang dihadapinya. Konstantinopel tidak akan jatuh ke tangan kaum Muslimin jika seandainya orang yang memimpin penaklukan tidak memiliki kemauan yang kuat serta kesunguh-sungguhan dalam berjihad. Semua sifat ini ada pada diri Al-Fatih sehingga tidak hanya Konstantinopel yang berhasil ia bebaskan, tetapi juga beberapa wilayah lainnya di Eropa dan Asia Minor.
     Al-Fatih merupakan seorang yang sangat mencintai jihad. Sebagian besar hidupnya dihabiskan dia atas punggung kudanya. Hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya ia pimpin secara langsung. Bahkan ia tetap berangkat juga berjihad walaupun sedang menderita suatu penyakit. Hal ini terjadi pada perjalanan jihadnya yang terakhir.
Dalam memimpin militer, beliau memilikii disiplin yang tinggi dan sangat pandai menjaga rahasia. Orang-orang disekitarnya tidak pernah tahu ke mana pasukan Utsmani akan dibawa berjihad. Beliau juga sangat tegas terhadap berbagai pelanggaran dan kelalaian dalam bertugas. Kemampuan dan kapabilitas menjadi standar dalam memilih pegawai dan pejabat.
 Beliau selalu berusaha mendengar keluhan-keluhan rakyatnya dalam berbagai kesempatan. Seringkali ia turun ke jalan-jalan untuk mengamati kondisi rakyatnya secara langsung serta mendengarkan berbagai keluhan dari mulut mereka. Pada setiap perjalanan jihadnya ia selalu mampir di wilayah-wilayah kekuasaan yang dilaluinya. Di tempat-tempat tersebut ia bangun kemah dan mempersilahkan masyarakat untuk menyampaikan problem mereka secara langsung kepadanya.
Al-Fatih selalu berusaha untuk tidak membeda-bedakan siapapun di antara rakyatnya. Semua orang dari berbagai bangsa dan agama yang hidup di bawah naungan pemerintahan Utsmani memperoleh apa yang menjadi hak mereka. Beliau juga tidak membeda-bedakan dalam memberikan hukuman termasuk kepada anaknya sendiri. Menurut sejarah, ia sempat hampir menjatuhkan hukuman mati kepada anaknya Daud karena telah membuat kerusakandi Edirne dan  memukul seorang hakim namun niat itu tidak jadi dilaksanakan karena nasehat dan argumen dari Maulana Muhyiddin. Akan tetapi, ia mengganti hukumannya dengan sebuah pukulan keras menggunakan sebuah tongkat yang besar.
Pukulan itu menyebabkan si anak sakit selama empat bulan.Tindakannya itu justru membuat si anak tersadar dan bertaubat. Daud selalu mendoakan ayahnya itu sembari berkata, “Sesungguhnya kembalinya saya pada kebenaran ini tak lebih karena pukulan Sultan”. Sultan Al-Fatih memiliki beberapa buah gelar. Gelar Ghazi diberikan karena sepak terjangnya di medan jihad yang merupakan julukan semua Sultan Turki Utsmani. Keberhasilannya menaklukkan Konstantinopel dan negeri-negeri lainnya telah memberinya gelar yang lain, yaitu “Al-Fatih (Sang Penakluk)” atau “Abu Fath (Bapak Kemenangan)”. Al-Fatih juga sangat menonjol dalam hal kedermawanan. Ia banyak membantu para ulama serta orang-orang tak mampu yang membutuhkan bantuan. Sikapnya yang dermawan ini menyebabkan ia memperoleh gelar “Abul Khair (Bapak Kebaikan)”.
Kecintaan beliau terhadap ilmu dan para ulama sangat luar biasa. Beliau terbiasa mengundang ulama, sastrawan, dan para ilmuan ke istana untuk berdiskusi. Beliau sangat memperhatikan keadaan serta kebutuhan para ulama yang ada di zamannya serta berusaha untuk menanggung segala keperluan mereka.

Wafatnya Al-Fatih
Sultan Muhammad Al-Fatih meninggal dunia pada tanggal 4 Mei 1481 M pada umur 52 tahun. Negeri-negeri Eropa menyambut dengan sangat gembira kabar tersebut. Pembawa berita ke Venesia mengeskpresikannya dengan kata-kata, “The Great Eagle is dead”. Entah apa yang akan terjadi seandainya Al-Fatih hidup beberapa tahun lebih lama. Tidak tertutup kemungkinan Roma juga akan jatuh ke tangan Islam. Tepatlah yang dikatakan oleh Stanley Lane-Poole, “The dead of the Conqueror saved Europe”. Kematian Sultan Al-Fatih disambut dengan penuh kegembiraan di Eropa. Orang-orang Kristen yang berada di Pulau Rhodes melakukan sembahyang untuk mensyukuri kematian Sultan. Paus di Roma memerintahkan gereja-gereja dibuka dan dilakukan sembahyang serta pesta. Orang-orang turun ke jalan  dan menyanyikan lagu-lagu kemenangan dan kegembiraan yang diiringi dentuman meriam penduduk Roma berpesta selama tiga hari berturut-turut.

Wasiat Al-Fatih untuk Anaknya 

Berikut ini adalah wasiat Al-Fatih untuk anaknya yang akan menggantikan posisinya sebagai Sultan Kerajaan Turki Utsmani. Wasiat ini demikian sarat dengan pesan dan wejangan yang dapat kita ambil hikmahnya dan kita jadikan contoh dalam kehidupan.

“Tak lama lagi aku akan menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun aku sama sekali tidak merasa menyesal sebab aku meninggalkan pengganti seperti kamu. Maka jadilah engkau seorang yang adil, shalih, dan pengasih. Rentangkan perlindunganmu terhadap seluruh rakyatmu tanpa perbedaan. Bekerjalah kamu untuk menyebarkan agama Islam sebab ini merupakan kewajiban raja-raja di bumi. Kedepankan kepentingan agama di atas kepentingan lain apapun. Janganlah kamu lemah dan lengah dalam menegakkan agama. Janganlah kamu sekali-sekali memakai orang-orang yang tidak peduli agama menjadi pembantumu. Jangan pula kamu mengangkat orang-orang yang tidak menjauhi dosa –dosa besar dan larut dalam kekejian. Hindari berbagai bid’ah yang merusak. Jauhi orang-orang yang menyuruhmu melakukan hal itu.

Lakukan perluasan negeri ini melalui jihad. Jagalah harta Baitul Mal jangan sampai dihambur-hamburkan. Jangan sekali-sekali engkau mengulurkan tanganmu pada harta rakyatmu kecuali itu sesuai dengan aturan Islam. Himpunlah kekuatan orang-orang yang lemah dan fakir, dan berikan penghormatanmu kepada orang-orang yang berhak. Hal itu karena ulama laksana kekuatan yang harus ada di dalam raga negeri, maka hormatilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain ajaklah ia agar datang ke negeri ini dan berilah dia harta kekayaan .

Hati-hatilah jangan sampai kamu tertipu dengan harta benda dan jangan pula dengan banyaknya tentara. Jangan sekali sekali kamu mengusir ulama dari pintu-pintu istanamu. Janganlah kamu sekali-sekali melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebab agama merupakan tujuan kita, hidayah Allah adalah manhaj hidup kita, dan dengan agama-lah kita akan menang.”


Subhanallah. Semoga Allah merahmati beliau. Masih adakah pemuda muslim yang begitu teguh meyakini Rasulullah seperti beliau saat ini? Sulit sekali ditemui pemimpin seperti beliau. Kehebatannya tak hanya dalam berperang. Dalam hal administrasi dan pembangunan pun beliau sangat hebat. Hanya saja kami tidak dapat menuliskan semuanya di sini. Untuk informasi lebih lengkap tentang beliau dapat dibaca di buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel karya Alwi Alatas yang diterbitkan oleh penerbit Zikrul. Wassalaam.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar