“Konstantinopel akan
jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin
dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”
(HR. Ahmad bin Hanbal dalam musnadnya)
Konstantinopel, ibu kota pemerintahan Byzantium (Romawi Timur) merupakan
incaran banyak bangsa di dunia. Kota yang dikelilingi oleh laut dan terletak
persis di antara benua Asia dan Eropa. Kota yang dianggap paling strategis di dunia
sehingga banyak bangsa berusaha untuk merebut dan menguasainya. Akan tetapi,
upaya mereka sia-sia karena perbentengan Konstantinopel yang sangat kuat dan
tidak bisa ditembus. Siapa sangka, delapan abad kemudian kota tersebut justru
jatuh ke tangan seorang sultan yang di mata khalayak barat dianggap lemah dan
gagal memimpin.
Muhammad Al-Fatih
Muhammad II
dilahirkan pada tanggal 20 April 1429 M, bertepatan dengan 26 Rajab 833 H. Ia
lahir sebagai putra ke-3 Sultan Murad II. Ibunya yang diduga yang diduga
merupakan seorang budak dengan asal-usul agama Kristen dan bernama Turki Hatun
bin Abdullah.
Al-Fatih
berguru kepada seorang ulama ternama, yaitu Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani. Selain Ahmad Al-Kurani, ia juga
belajar dari Syaikh Ibnu
Al-Tamjid, Syaikh Khairuddin, Syaikh Sirajuddin Al-Halbi, dan Syaikh Aaq
Syamsuddin serta para ulama yang lainnya.
Pendidikan yang
diterimanya dari banyak ilmuan membuatnya tumbuh dengan wawasan yang cemerlang.
Ia menguasai dengan baik bahasa Turki, Arab, Persia, Yunani, Latin, dan Hebrew.
Dari semua gurunya, ia belajar ilmu-ilmu agama, bahasa, keterampilan fisik,
geografi, falak, dan sejarah. Ia juga mempelajari biografi tokoh-tokoh Eropa
seperti Kaisar Augustus, Constantine The
Great, Theodosius The Great,
Timur Lang, dan tokoh yang membuatnya
terkesan-Iskandar Agung dari Macedonia.
Muhammad dilantik
sebagai Sultan Turki dua minggu setelah wafatnya Sultan Murad II. Ketika itu
usianya antara 19 dan 21 tahun. Pemikirannya dalam politik sangat bagus. Ia
dapat meredam pemberontakan yang terjadi dengan tindakan yang efektif. Untuk
impian menaklukkan Konstantinopel, ia mereorganisasi tentara menjadi kekuatan
baru yang lebih kokoh dibanding masa-masa sebelumnya sehingga nanti ketika tiba
saatnya menaklukkan Konstantinopel ia telah siap dengan pasukan dan
persenjataan yang sangat kuat.
Beberapa Aspek Kepribadian Al-Fatih
Sejarah menggambarkan Al-Fatih sebagai sosok yang memiliki kepribadian
positif dan mulia. Ia pemuda yang cerdas. Kemauannya yang keras disertai sifat
pemberani dan fisik yang kuat membuatnya mampu mengatasi berbagai rintangan
yang dihadapinya. Konstantinopel tidak akan jatuh ke tangan kaum Muslimin jika
seandainya orang yang memimpin penaklukan tidak memiliki kemauan yang kuat serta kesunguh-sungguhan
dalam berjihad. Semua sifat ini ada pada diri Al-Fatih sehingga tidak hanya
Konstantinopel yang berhasil ia bebaskan, tetapi juga beberapa wilayah lainnya
di Eropa dan Asia Minor.
Al-Fatih merupakan seorang yang
sangat mencintai jihad. Sebagian besar hidupnya dihabiskan dia atas punggung
kudanya. Hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya ia pimpin secara langsung.
Bahkan ia tetap berangkat juga berjihad walaupun sedang menderita suatu
penyakit. Hal ini terjadi pada perjalanan jihadnya yang terakhir.
Dalam memimpin militer, beliau memilikii disiplin yang tinggi
dan sangat pandai menjaga rahasia. Orang-orang disekitarnya tidak pernah tahu
ke mana pasukan Utsmani akan dibawa berjihad. Beliau juga sangat tegas terhadap
berbagai pelanggaran dan kelalaian dalam bertugas. Kemampuan dan kapabilitas
menjadi standar dalam memilih pegawai dan pejabat.
Beliau
selalu berusaha mendengar keluhan-keluhan rakyatnya dalam berbagai kesempatan.
Seringkali ia turun ke jalan-jalan untuk mengamati kondisi rakyatnya secara
langsung serta mendengarkan berbagai keluhan dari mulut mereka. Pada setiap
perjalanan jihadnya ia selalu mampir di wilayah-wilayah kekuasaan yang
dilaluinya. Di tempat-tempat tersebut ia bangun kemah dan mempersilahkan
masyarakat untuk menyampaikan problem mereka secara langsung kepadanya.
Al-Fatih selalu
berusaha untuk tidak membeda-bedakan siapapun di antara rakyatnya. Semua orang
dari berbagai bangsa dan agama yang hidup di bawah naungan pemerintahan Utsmani
memperoleh apa yang menjadi hak mereka. Beliau
juga tidak membeda-bedakan dalam memberikan hukuman termasuk kepada anaknya
sendiri. Menurut sejarah, ia sempat hampir menjatuhkan hukuman mati kepada
anaknya Daud karena telah membuat kerusakandi Edirne dan memukul seorang hakim namun niat itu tidak
jadi dilaksanakan karena nasehat dan argumen dari Maulana Muhyiddin. Akan
tetapi, ia mengganti hukumannya dengan sebuah pukulan keras menggunakan sebuah
tongkat yang besar.
Pukulan itu
menyebabkan si anak sakit selama empat bulan.Tindakannya itu justru membuat si
anak tersadar dan bertaubat. Daud selalu mendoakan ayahnya itu sembari berkata,
“Sesungguhnya kembalinya saya pada kebenaran ini tak lebih karena pukulan
Sultan”. Sultan
Al-Fatih memiliki beberapa buah gelar. Gelar Ghazi diberikan karena sepak
terjangnya di medan jihad yang merupakan julukan semua Sultan Turki Utsmani.
Keberhasilannya menaklukkan Konstantinopel dan negeri-negeri lainnya telah
memberinya gelar yang lain, yaitu “Al-Fatih (Sang Penakluk)” atau “Abu Fath
(Bapak Kemenangan)”. Al-Fatih juga sangat menonjol dalam hal kedermawanan. Ia
banyak membantu para ulama serta orang-orang tak mampu yang membutuhkan
bantuan. Sikapnya yang dermawan ini menyebabkan ia memperoleh gelar “Abul Khair
(Bapak Kebaikan)”.
Kecintaan beliau terhadap ilmu dan
para ulama sangat luar biasa. Beliau terbiasa mengundang ulama, sastrawan, dan
para ilmuan ke istana untuk berdiskusi. Beliau sangat memperhatikan keadaan
serta kebutuhan para ulama yang ada di zamannya serta berusaha untuk menanggung
segala keperluan mereka.
Wafatnya Al-Fatih
Sultan Muhammad Al-Fatih meninggal dunia pada tanggal 4 Mei
1481 M pada umur 52 tahun. Negeri-negeri Eropa menyambut dengan sangat gembira
kabar tersebut. Pembawa berita ke Venesia mengeskpresikannya dengan kata-kata,
“The Great Eagle is dead”. Entah apa
yang akan terjadi seandainya Al-Fatih hidup beberapa tahun lebih lama. Tidak
tertutup kemungkinan Roma juga akan jatuh ke tangan Islam. Tepatlah yang
dikatakan oleh Stanley Lane-Poole, “The
dead of the Conqueror saved Europe”. Kematian Sultan Al-Fatih disambut
dengan penuh kegembiraan di Eropa. Orang-orang Kristen yang berada di Pulau
Rhodes melakukan sembahyang untuk mensyukuri kematian Sultan. Paus di Roma
memerintahkan gereja-gereja dibuka dan dilakukan sembahyang serta pesta.
Orang-orang turun ke jalan dan
menyanyikan lagu-lagu kemenangan dan kegembiraan yang diiringi dentuman meriam
penduduk Roma berpesta selama tiga hari berturut-turut.
Wasiat Al-Fatih untuk Anaknya
Berikut ini adalah
wasiat Al-Fatih untuk anaknya yang akan menggantikan posisinya sebagai Sultan
Kerajaan Turki Utsmani. Wasiat ini demikian sarat dengan pesan dan wejangan
yang dapat kita ambil hikmahnya dan kita jadikan contoh dalam kehidupan.
“Tak lama lagi aku akan menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun aku
sama sekali tidak merasa menyesal sebab aku meninggalkan pengganti seperti
kamu. Maka jadilah engkau seorang yang adil, shalih, dan pengasih. Rentangkan
perlindunganmu terhadap seluruh rakyatmu tanpa perbedaan. Bekerjalah kamu untuk
menyebarkan agama Islam sebab ini merupakan kewajiban raja-raja di bumi.
Kedepankan kepentingan agama di atas kepentingan lain apapun. Janganlah kamu
lemah dan lengah dalam menegakkan agama. Janganlah kamu sekali-sekali memakai
orang-orang yang tidak peduli agama menjadi pembantumu. Jangan pula kamu
mengangkat orang-orang yang tidak menjauhi dosa –dosa besar dan larut dalam
kekejian. Hindari berbagai bid’ah yang merusak. Jauhi orang-orang yang
menyuruhmu melakukan hal itu.
Lakukan perluasan negeri ini melalui
jihad. Jagalah harta Baitul Mal jangan sampai dihambur-hamburkan. Jangan
sekali-sekali engkau mengulurkan tanganmu pada harta rakyatmu kecuali itu
sesuai dengan aturan Islam. Himpunlah kekuatan orang-orang yang lemah dan
fakir, dan berikan penghormatanmu kepada orang-orang yang berhak. Hal itu
karena ulama laksana kekuatan yang harus ada di dalam raga negeri, maka
hormatilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain ajaklah
ia agar datang ke negeri ini dan berilah dia harta kekayaan .
Hati-hatilah jangan sampai kamu tertipu
dengan harta benda dan jangan pula dengan banyaknya tentara. Jangan sekali
sekali kamu mengusir ulama dari pintu-pintu istanamu. Janganlah kamu
sekali-sekali melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebab
agama merupakan tujuan kita, hidayah Allah adalah manhaj hidup kita, dan dengan
agama-lah kita akan menang.”
Subhanallah.
Semoga Allah merahmati beliau. Masih adakah pemuda muslim yang begitu teguh
meyakini Rasulullah seperti beliau saat ini? Sulit sekali ditemui pemimpin
seperti beliau. Kehebatannya tak hanya dalam berperang. Dalam hal administrasi
dan pembangunan pun beliau sangat hebat. Hanya saja kami tidak dapat menuliskan
semuanya di sini. Untuk informasi lebih lengkap tentang beliau dapat dibaca di
buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel karya Alwi Alatas yang
diterbitkan oleh penerbit Zikrul. Wassalaam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar